Selasa, 21 Juli 2020

Gaun Merah Sandra, oleh: Reni Asih Widiyastuti

BEL pulang sekolah berbunyi. Murid-murid mulai berhamburan keluar kelas. Sementara itu, Alexa, Stevi dan Irene terlihat kasak-kusuk membicarakan acara pesta ulang tahun Mona nanti malam.Berbagai persiapan telah dilakukan, terutama Alexa. Alexa menunjukkan gaun baru yang baru saja dibelinya tempo hari bersama mamanya.

Stevi dan Irene terkesima melihat gaun itu. Pasti harganya sangat mahal. Tapi pantaslah jika Alexa mampu memiliki gaun sebagus itu. Alexa memang terkenal anak orang kayadangaya hidupnya mewah. Dia sering ke mal dan shoppingsampai yang tidak terlalu penting pun dia beli.

“Eh, kalian sudah beli gaun baru belum?” tanya Alexa seraya menatap Stevi dan Mona.

“Emm ... aku kan masih punya gaun yang lama, Lexa. Jadi buat apa beli yang baru,” ucap Stevi.

“Iya, betul. Aku juga pakai gaun lama kok. Lagipula kalau setiap pesta harus beli gaun baru, itu namanya pemborosan,” timpal Irene sambil melirik Stevi.

“Alah, kalian ini sok. Biasanya juga tinggal bilang sama mama kalian, terus besok dibelikan gaun baru. Iya, kan? Pasti bukan sama uang kalian sendiri. Ngaku saja, deh!” Alexa berkata, mencibir Stevi dan Irene.

Di sela-sela obrolan, tiba-tiba mata Alexa tertumbuk pada Sandra yang masih membereskan buku-buku ke dalam tas. Sandra belum keluar dari kelas karena tadi dia ketinggalan mencatat, karena memang Sandra adalah sekretaris kelas. Jadi wajar saja kalau dia sering pulang agak terlambat.

“Eh, teman-teman, kalian dengar, ya. Si anak pisang goreng itu mana mungkin punya gaun bagus kayak kita, jadi pasti dia tidak bakalan hadir nanti malam!” ejek Alexa mati-matian.

Sandra yang mendengarnya sedikit tersentak, namun tidak dihiraukan olehnya. Sebagai gantinya, dia tersenyum membayangkan gaun cantik yang akan dia kenakan nanti malam.

***

Malam hari di acara pesta ulang tahun Mona.

Mona terlihat sangat cantik di antara tamu-tamu pesta. Begitu juga Alexa, Stevi dan Irene. Mereka mengenakan gaun-gaun yang sangat bagus. Semua mata tertuju pada mereka. Alexa berjalan begitu sombongnya sampai-sampai dia tidak tahu ada kursi di depannya. Dia pun terjatuh.

“Auu!! Sakit!” erang Alexa seraya memegang lututnya.

“Makanya, kalau jalan itu lihat-lihat. Jadi gini, kan?” Stevi membantu sahabatnya itu untuk bangkit.

“Eh, itu kan Sandra!”

“Iya, betul! Aku kira dia tidak bakal hadir lho? Mana gaunnya bagus banget!”

“Benar. Cantik banget!”

Suara-suara itu membuat Alexa, Stevi dan Irene sangat penasaran. Mereka seketika menoleh ke arah yang ditunjuk oleh teman-teman. Di sana ada Sandra yang sangat cantik, anggun dan menawan. Tentu saja dengan gaun merah yang dikenakannya. Sangat pas dipadu dengan sepatu highheelsberwarna hitam.

Sandra berjalan melintas di depan Alexa, Stevi dan Irene. Kali ini semua mata beralih, tertuju pada Sandra. Sandra pun melirik sekilas pada Alexa dan kedua sahabatnya itu. Mereka melongo seakan tidak percaya dengan apa yang baru saja mereka lihat. Sandra terus melangkah dan menyalami Mona, lalu mencium pipi kanan dan kirinya. Tak lupa dia mengucapkan selamat.

“Selamat ulang tahun, Mona. Kamu cantik banget!” puji Sandra.

“Ah, kamu ini bisa saja, San. Ngomong-omong, kamu juga tidak kalah cantik kok!” Mona balas memuji.

Percakapan yang sayup-sayup terdengar oleh Alexa itu sontak membuatnya marah. Dia tidak ingin berlama-lama di acara pesta itu. Sebab sejak kehadiran Sandra, semakin tidak ada yang memerhatikannya. Semua berpaling ke Sandra!

Alexa lalu mengajak Stevi dan Irene untuk meninggalkan pesta secara mendadak. Stevi dan Irene sempat mempertanyakan, tapi Alexa terus saja meminta agar mereka mau ikut meninggalkan pesta.

***

Pukul 06.15 WIB di sekolah.

Para siswa terlihat berkerumun di depan mading sekolah. Sandra yang baru saja sampai di sekolah juga penasaran. Ada apa sebenarnya? Apakah ada pengumuman penting? Sandra meminta ruang pada teman-temannya agar dia bisa melihat isi mading.

Mata Sandra membelalak tak percaya saat melihat isi mading. Di sana ada fotonya dengan tulisan besar: SANDRA SI TUKANG PENCURI. Air mata Sandra tak dapat dibendung lagi. Teman-teman di sekitarnya pun mulai mengolok-olok. Sandra berlari di sepanjang koridor kelas. Sampai akhirnya dia bertemu dengan Mona.

“Kamu kenapa, San?”
Sandra tidak menjawab, hanya linangan air mata sebagai gantinya.

“Memangnya kamu belum lihat mading hari ini?”

“Ada apa sih memangnya?” Mona balas bertanya.

“Ini, baca!”

Selembar kertas bertuliskan “SANDRA SI TUKANG PENCURI” itu dilayangkan di depan Mona. Mona segera memungut dan mulai membacanya. Dia menatap Sandra dan mencoba menenangkannya.

Mona akhirnya menjelaskan semuanya. Bahwa dua hari yang lalu Sandra sempat bercerita kalau gaun merah itu dibeli dari hasil dia berjualan pisang goreng selama ini. Laba dari penjualan dikumpulkan sedikit demi sedikit. Mona juga bilang kalau dia sering membeli pisang goreng itu jika Sandra lewat di depan rumahnya.

“Nah, sekarang sudah jelas, kan? Jadi jangan asal menghakimi seseorang kalau kita belum ada bukti apa-apa.”

“Tapi, Mon. Siapa yang tega melakukan ini sama Sandra?”

“Iya. Harusnya dia minta maaf, tuh!”

Murid-murid semakin riuh berkomentar. Sementara itu, Alexamundur beberapa langkah sambil terus menunduk. Mona menatap Alexa dengan tajam.

“Apa kamu pelakunya, Lexa?”

Suasana tiba-tiba hening.

“A—aku minta maaf, San. Aku sudah jahat sama kamu.”

“Huuu ... dasar!Percuma punya wajah cantik tapi hatimu jahat!”

Murid-murid yang lain perlahan membubarkan diri dan masuk ke kelas masing-masing seiring bunyi bel masuk.Begitu juga dengan Mona sambil memapah Sandra dan meninggalkan Alexa yang masih terpaku. Sejak kejadian itu, Stevi dan Irene juga mengambil jarakdari Alexa.

Semarang,  25 Juli 2019
Dimuat di Minggu Pagi edisi Jumat, 02 Agustus 2019

Tidak ada komentar:

Posting Komentar